RUMAH PENELEH, Malang - Focus Group Discussion yang digelar secara berkala oleh Pusat Studi Pemikiran Islam di Nusantara (PUSPIN) Jawa Timur bekerjasama dengan Yayasan Rumah Peneleh semalam (30/11) berlangsung dengan hangat, hujan tak membuat antusiasme peserta diskusi untuk datang pada acara semalam patut diacungi jempol, yang membuat berbeda pada diskusi kali ini adalah partisipasi komunitas Sinau Embongan yang dikoordinatori oleh Wahyu Eko Setiawan (Sam WES).
Acara dibuka oleh Dewan Penasihat PUSPIN Fattah Hidayat (Kepala Prodi Psikologi Univesitas Negeri Malang), dan dimoderasi oleh Sam WES (Sinau Embongan). Hadir sebagai pemantik diskusi antara lain Ari Dwi Haryono, MPd. (Kepala Sekolah SMP Bani Hasyim Singosari), Irwan Baddu, MKn. (Kepala SDIT Permata Probolinggo) dan R. Bambang Rhandika (Ketua Asta Cita Perupa Malang). Sedangkan Drs. Sutiaji (Wakil Walikota Malang) berhalangan hadir karena berduka atas salah seorang kerabatnya.
Irwan Baddu yang pertama kali didaulat untuk memaparkan pemikirannya tentang pendidikan di negeri kita. Irwan membuka paparannya dengan menyatakan bahwa sistem pendidikan di negeri ini sebagian adalah sisa peninggalan kolonial. Sehingga masih banyak yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan itu sendiri, terutama dalam pembentukan dasar-dasar karakter anak didik.
"2/3 dari ilmu adalah adabnya, seorang murid haruslah menghormati guru, sebagai bagian dari kunci sukses ilmu itu sendiri. Kadang banya dari generasi kita yang sudah merasa lebih pintar dari gurunya, lalu menganggap remeh dan terkesan kurang menghormati, hal seperti itu akan melahirkan tunas negeri yang apatis terhadap keadaan sekitar, serta kurang empati terhadap kondisi negeri ini," lanjut kepala sekolah yang juga dosen tersebut.
Ari Dwi Haryono, Kepala SMP Bani Hasyim dalam paparannya menyatakan, "Pak Tjokro itu tak punya sekolah, tapi di rumahnya, pergolakan pemikiran di kalangan murid-muridnya sendiri menjadi harmoni tersendiri di rumah beliau di Gang Peneleh Surabaya. Rumah yang seringkali disebut dapur nasionalisme itu juga menjadi rumah kost bagi murid-muridnya. Tokoh Hadji Oemar Said Tjokroaminoto dinilai layak diangkat pada tema FGD kali ini, mengingat peran beliau yang luar biasa dalam mencetak kader-kader pemimpin bangsa."
"Sekarang guru-guru kita punya sekolah, punya institusi, tapi guru-guru mana yang melahirkan generasi-generasi pemimpin itu sekarang? Hal itu yang kita butuhkan di masa-masa sekarang ini," lanjutnya.
Masih menurut Ari Dwi, guru sekarang harusnya banyak memberi, memberikan prestasi bagi bangsa ini. Pengakuan, tanggung jawab, pengembangan diri demi kemajuan bangsa ini. Agar guru punya filosofi dan tanggung jawab ke depan untuk mengembang misi itu, guru harus punya pegangan, antara lain:
Sedikit menyinggung kondisi di kalangan para pendidik, Ari Dwi menyatakan prihatin atas organisasi-organisasi guru di negeri ini, yang seolah hanya memikirkan uang belaka. Alih-alih melakukan langkah strategis guna meningkatkan kompetensi guru, banyak di daerah yang malah dipolitisir hanya untuk kepentingan kalangan tertentu mendekati pesta demokrasi. Hal seperti itu tentu menyimpang dari tujuan mulia guru itu sendiri, dalam konteks itu guru hanya terjebak pada nilai materialisme dan kedudukan.
Tentang pembentukan karakter, Ari juga menjabarkan 3 poin yang bisa dijadikan landasan guru di masa sekarang:
Inilah ketiga konsep yang bisa menumbuhkan karakter, jika melihat pada diri Tjokroaminoto, dimana banyak pemuda maupun tokoh bangsa yang dengan senang hati datang untuk berdiskusi di Rumah Pak Tjokro, hal itu menandakan sosok beliau yang menyenangkan, yang mampu mengayomi murid-murid dan teman-temannya. Meskipun banyak perbedaan di antara murid-muridnya sendiri, tidak ada doktrin tertentu yang mengharuskan muridnya mengikuti. Doktrin satu-satunya barangkali bagaimana membentuk karakter murid-muridnya agar mencintai dan berjuang untuk negeri ini. Ini yang perlu dikembangkan sebagai bagian profesionalisme guru sekarang.
Selanjutnya, pembentukan watak akan membentuk karakter-karakter yang luhur, yang secara berangkai juga akan membentuk pribadi-pribadi yang kompeten dari segi akal dan keterampilannya masing-masing. (dna)
SELANJUTNYA: Strategi Pendidikan Guru Bangsa Tjokroaminoto (2)*
Acara dibuka oleh Dewan Penasihat PUSPIN Fattah Hidayat (Kepala Prodi Psikologi Univesitas Negeri Malang), dan dimoderasi oleh Sam WES (Sinau Embongan). Hadir sebagai pemantik diskusi antara lain Ari Dwi Haryono, MPd. (Kepala Sekolah SMP Bani Hasyim Singosari), Irwan Baddu, MKn. (Kepala SDIT Permata Probolinggo) dan R. Bambang Rhandika (Ketua Asta Cita Perupa Malang). Sedangkan Drs. Sutiaji (Wakil Walikota Malang) berhalangan hadir karena berduka atas salah seorang kerabatnya.
Irwan Baddu yang pertama kali didaulat untuk memaparkan pemikirannya tentang pendidikan di negeri kita. Irwan membuka paparannya dengan menyatakan bahwa sistem pendidikan di negeri ini sebagian adalah sisa peninggalan kolonial. Sehingga masih banyak yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan itu sendiri, terutama dalam pembentukan dasar-dasar karakter anak didik.
"2/3 dari ilmu adalah adabnya, seorang murid haruslah menghormati guru, sebagai bagian dari kunci sukses ilmu itu sendiri. Kadang banya dari generasi kita yang sudah merasa lebih pintar dari gurunya, lalu menganggap remeh dan terkesan kurang menghormati, hal seperti itu akan melahirkan tunas negeri yang apatis terhadap keadaan sekitar, serta kurang empati terhadap kondisi negeri ini," lanjut kepala sekolah yang juga dosen tersebut.
Ari Dwi Haryono, Kepala SMP Bani Hasyim dalam paparannya menyatakan, "Pak Tjokro itu tak punya sekolah, tapi di rumahnya, pergolakan pemikiran di kalangan murid-muridnya sendiri menjadi harmoni tersendiri di rumah beliau di Gang Peneleh Surabaya. Rumah yang seringkali disebut dapur nasionalisme itu juga menjadi rumah kost bagi murid-muridnya. Tokoh Hadji Oemar Said Tjokroaminoto dinilai layak diangkat pada tema FGD kali ini, mengingat peran beliau yang luar biasa dalam mencetak kader-kader pemimpin bangsa."
"Sekarang guru-guru kita punya sekolah, punya institusi, tapi guru-guru mana yang melahirkan generasi-generasi pemimpin itu sekarang? Hal itu yang kita butuhkan di masa-masa sekarang ini," lanjutnya.
Masih menurut Ari Dwi, guru sekarang harusnya banyak memberi, memberikan prestasi bagi bangsa ini. Pengakuan, tanggung jawab, pengembangan diri demi kemajuan bangsa ini. Agar guru punya filosofi dan tanggung jawab ke depan untuk mengembang misi itu, guru harus punya pegangan, antara lain:
- Keyakinan, yakni landasan agama
- Kekuatan berpikir
- Keberanian menyatakan yang benar
- Daya tahan
- Bersyukur Silaturahmi
Sedikit menyinggung kondisi di kalangan para pendidik, Ari Dwi menyatakan prihatin atas organisasi-organisasi guru di negeri ini, yang seolah hanya memikirkan uang belaka. Alih-alih melakukan langkah strategis guna meningkatkan kompetensi guru, banyak di daerah yang malah dipolitisir hanya untuk kepentingan kalangan tertentu mendekati pesta demokrasi. Hal seperti itu tentu menyimpang dari tujuan mulia guru itu sendiri, dalam konteks itu guru hanya terjebak pada nilai materialisme dan kedudukan.
Tentang pembentukan karakter, Ari juga menjabarkan 3 poin yang bisa dijadikan landasan guru di masa sekarang:
- Iman, seseorang bisa mengetahui pilihannya, selaras sesuai norma agama yang dianutnya
- Akal, mampu memilih untuk melakukan sesuatu yang berarti, sehingga hidupnya berkualitas dan tahu benar atau salah
- Perasaan, menimbang kadar estetika sehingga dapat menyenangkan diri sekaligus tidak menyakiti hati orang lain
Inilah ketiga konsep yang bisa menumbuhkan karakter, jika melihat pada diri Tjokroaminoto, dimana banyak pemuda maupun tokoh bangsa yang dengan senang hati datang untuk berdiskusi di Rumah Pak Tjokro, hal itu menandakan sosok beliau yang menyenangkan, yang mampu mengayomi murid-murid dan teman-temannya. Meskipun banyak perbedaan di antara murid-muridnya sendiri, tidak ada doktrin tertentu yang mengharuskan muridnya mengikuti. Doktrin satu-satunya barangkali bagaimana membentuk karakter murid-muridnya agar mencintai dan berjuang untuk negeri ini. Ini yang perlu dikembangkan sebagai bagian profesionalisme guru sekarang.
Selanjutnya, pembentukan watak akan membentuk karakter-karakter yang luhur, yang secara berangkai juga akan membentuk pribadi-pribadi yang kompeten dari segi akal dan keterampilannya masing-masing. (dna)
SELANJUTNYA: Strategi Pendidikan Guru Bangsa Tjokroaminoto (2)*
*Rangkuman FGD Hari Guru bertema Strategi Pendidikan Guru Bangsa Tjokroaminoto, yang diselenggarakan hari Senin 30 November 2015 di Sekretariat Yayasan Rumah Peneleh, Jl. Bogor 1 Kota Malang. FGD diadakan secara rutin oleh PUSPIN bersama Yayasan Rumah Peneleh dengan beragam tema yang berbeda di tiap pelaksanaan.

 



ConversionConversion EmoticonEmoticon