Negeri ini dibangun atas beraneka ragam budaya yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Ada ratusan jenis kesenian rakyat yang ada di negeri seribu pulau ini. Tiap suku, tiap daerah punya kesenian khas masing-masing. Tak heran jika sampai sekarang banyak wisatawan datang berkunjung ke negeri ini sekedar untuk menikmati beragam seni budaya etnik khas Nusantara.
Yayasan Rumah Peneleh mengapresiasi seniman dan budayawan Nusantara untuk dapat terus eksis berkesenian, meski dengan cara yang sederhana. Rumah Budaya Peneleh terinspirasi dari gerakan kebudayaan Djawa Dwipa yang dulu dibentuk oleh Jang Oetama HOS Tjokroaminoto, untuk mengangkat harga diri rakyat jelata lewat kesenian.
Hingga sekarang tak terhitung seniman yang tetap teguh berkesenian sampai usia senja, salah satunya Pak Soekandar, seniman yang tinggal di Malang sejak 1971 ini bahkan masih bangga menyanyikan beragam lagu kebangsaan Indonesia berbekal media daun.
Uniknya, seniman jalanan kelahiran Boyolali 18 Maret 1958 tersebut adalah pensiunan guru seni di SMAN 1 Tumpang. Dengan berpenampilan nyentrik, setiap hari beliau tak malu berkeliling dengan sepedanya dari satu tempat ke tempat lain untuk sekedar mengamen, alunan melodi dari daun yang ditiupnya itu seakan menjadi hiburan menarik sekedar pelepas penat.
Selain memainkan lagu-lagu kebangsaan seperti Dari Sabang Sampai Merauke, Indonesia Raya, Halo-Halo Bandung, Syukur, hingga Kebyar-Kebyar karya almarhum Gombloh, Soekandar juga biasa memainkan lagu pop dan barat seperti lagu The Beatles.
Alumnus Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Malang ini menyatakan bahwa yang terpenting dari hasil mengamennya bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan isi perut, tapi yang terpenting adalah dapat menyalurkan hasratnya berkesenian, sekaligus memupuk jiwa nasionalisme generasi muda dengan berkesenian.
Tak hanya sebagai pengamen jalanan, bapak dari tiga putri ini juga mempunyai galeri sederhana di tempat tinggalnya. Galeri Erwe Woles, singkatan dari RW Wolu (delapan) Lesanpuro selain sebagai ajang berkreasi dengan batik ekspresionis, juga tempat beliau membuat beragam handycraft sederhana, baik untuk dipakai sendiri sebagai aksesoris, atau terkadang dijajakan sambil mengamen.
Totalitas Soekandar dalam berkesenian patut diacungi jempol. Sungguh suatu nikmat tinggal di negeri yang kaya ini, kaya sumber daya alam juga manusia. Sayangnya seringkali kali kita lupa bahwa segala kekayaan ini akan musnah jika kita tak memanfaatkannya dengan baik. Penguasa sibuk dengan perang politik, dan rakyat sibuk dengan perang isi perut. Barangkali masih ada sedikit celah untuk menyelamatkan bahtera negeri ini, Politik Berkebudayaan Kerakyatan Nusantara.
Arya Dwipangga
Rumah Budaya, Yayasan Rumah Peneleh.
Yayasan Rumah Peneleh mengapresiasi seniman dan budayawan Nusantara untuk dapat terus eksis berkesenian, meski dengan cara yang sederhana. Rumah Budaya Peneleh terinspirasi dari gerakan kebudayaan Djawa Dwipa yang dulu dibentuk oleh Jang Oetama HOS Tjokroaminoto, untuk mengangkat harga diri rakyat jelata lewat kesenian.
Hingga sekarang tak terhitung seniman yang tetap teguh berkesenian sampai usia senja, salah satunya Pak Soekandar, seniman yang tinggal di Malang sejak 1971 ini bahkan masih bangga menyanyikan beragam lagu kebangsaan Indonesia berbekal media daun.
Uniknya, seniman jalanan kelahiran Boyolali 18 Maret 1958 tersebut adalah pensiunan guru seni di SMAN 1 Tumpang. Dengan berpenampilan nyentrik, setiap hari beliau tak malu berkeliling dengan sepedanya dari satu tempat ke tempat lain untuk sekedar mengamen, alunan melodi dari daun yang ditiupnya itu seakan menjadi hiburan menarik sekedar pelepas penat.
Selain memainkan lagu-lagu kebangsaan seperti Dari Sabang Sampai Merauke, Indonesia Raya, Halo-Halo Bandung, Syukur, hingga Kebyar-Kebyar karya almarhum Gombloh, Soekandar juga biasa memainkan lagu pop dan barat seperti lagu The Beatles.
Alumnus Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Malang ini menyatakan bahwa yang terpenting dari hasil mengamennya bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan isi perut, tapi yang terpenting adalah dapat menyalurkan hasratnya berkesenian, sekaligus memupuk jiwa nasionalisme generasi muda dengan berkesenian.
Tak hanya sebagai pengamen jalanan, bapak dari tiga putri ini juga mempunyai galeri sederhana di tempat tinggalnya. Galeri Erwe Woles, singkatan dari RW Wolu (delapan) Lesanpuro selain sebagai ajang berkreasi dengan batik ekspresionis, juga tempat beliau membuat beragam handycraft sederhana, baik untuk dipakai sendiri sebagai aksesoris, atau terkadang dijajakan sambil mengamen.
Totalitas Soekandar dalam berkesenian patut diacungi jempol. Sungguh suatu nikmat tinggal di negeri yang kaya ini, kaya sumber daya alam juga manusia. Sayangnya seringkali kali kita lupa bahwa segala kekayaan ini akan musnah jika kita tak memanfaatkannya dengan baik. Penguasa sibuk dengan perang politik, dan rakyat sibuk dengan perang isi perut. Barangkali masih ada sedikit celah untuk menyelamatkan bahtera negeri ini, Politik Berkebudayaan Kerakyatan Nusantara.
Arya Dwipangga
Rumah Budaya, Yayasan Rumah Peneleh.

 
ConversionConversion EmoticonEmoticon