Perubahan Dengan Ekstensi Habitus (2)

Perubahan Dengan Ekstensi Habitus (2)
Dr. Aji Dedi Mulawarman.
SEBELUMNYA: Perubahan Dengan Ekstensi Habitus (1)

Adakah Realitas Tak Tampak dalam Habitus?

Praktik dan field merupakan produk sejarah. Pada saat bersamaan habitus dan field merupakan produk dari medan daya-daya yang ada di masyarakat. Meskipun dalam pendekatan atau perspektif yang lebih luas masih terdapat sesuatu yang hilang dalam dominasi habitus Bourdieu. Sesuatu yang hilang itu adalah konsep deterministik dan effort atas perubahan deterministik individu, berhubungan dengan gagasan transendensi dualisme realism dari Bourdieu sendiri. Apabila habitus memang dikembangkan dalam realism pengetahuan, maka "blinkering" pasti memiliki padanannya (koeksistensinya) sendiri.

Padanan blinkering sebenarnya adalah antitesis blinkering, antitesis ketidaksadaran kultural, yaitu ketidaksadaran alamiah. Ketidaksadaran sendiri pasti juga memiliki antitesisnya yaitu kesadaran metafisis. Kooptasi Habitus dalam hubungannya dengan peran eksternal kemasyarakatan-kultural harus dibuka dalam konteks di luar individu lain dan masyarakat, yaitu kekuatan alamiah dan kekuasaan Metafisik. Bentuk ketidaksadaran alamiah dapat dikatakan sebagai "the unknown power", kekuatan alamiah seseorang. Ketidaksadaran alamiah adalah sesuatu yang di luar nalar.

Diungkapkan Calne (2004, 159) ada sesuatu yang berada di luar nalar seseorang. Pedagang dalam melakukan aktivitas dagangnya (berniaga) selalu melakukannya dengan rasional, dengan nalar yang masuk akal. Dalam melakukan aktivitas dagangnya tidak mungkin melepaskan dari dorongan irasional (irrational emotions) pula. Seseorang dalam menentukan hitungan prediktif atas pilihan-pilihan dagangnya, selain alternatif-alternatif hitungan rasional-kalkulasi matematis yang berada pada batas nalarnya, pasti akan menimbang keputusan pilihan alternatifnya dengan kemampuan irasional di luar nalar. Artinya, kekuatan di luar nalar seperti ini memang tidak terikat mutlak dengan hukum kausalitas deterministik (keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami alam). Tetapi juga dipengaruhi kausalitas relatif (kemajuan berdasar effort pengembangan pengetahuan manusia dalam sains dan teknologi). Bentuk luar nalar dapat pula dikategorikan dengan istilah "luck" atau "fortune" dalam bahasa bisnis. Istilah "luck" atau "fortune" ini sebenarnya dekat dengan istilah barokah atau rezeki dalam Khasanah Islam, meskipun konteks barokah atau rezeki biasanya merupakan dampak dari realitas tak tampak yang melampaui luar nalar yang menghasilkan luck atau fortune. Karena barokah atau rezeki biasanya terinternalisasi dengan doa, zikir atau ketundukan kepada Sang Khalik.
Istilah "luck" atau "fortune" ini sebenarnya dekat dengan istilah barokah atau rezeki dalam khasanah Islam, meskipun konteks barokah atau rezeki biasanya merupakan dampak dari realitas tak tampak yang melampaui luar nalar yang menghasilkan luck atau fortune.
Kekuasaan Metafisik – sebagai bentuk antitesis ketidaksadaran yang berbentuk kesadaran – berhubungan dengan konsep takdir deterministik (kekuasaan mutlak Tuhan) dan takdir relatif (kekuasaan Tuhan berhadapan dengan kemampuan manusia yang diberikan Tuhan dalam bentuk kecerdasan untuk meningkatkan kualitas hidup). Pandangan filosofis yang metafisis, sebenarnya seperti dijelaskan Schumacher (1981, 17) berasal dari yang Ilahiah dan tak terjangkau realitas fisis-biologis. Pandangan modern, lanjut Schumacher (1981, 17), banyak dipengaruhi teori evolusi, cenderung bertolak dari materi dan memandang manusia sebagai mata rantai terakhir dari rantai evolusi tersebut.

Dengan kata lain, ilmu, pengetahuan dan kebenaran harus terdesain secara utuh dari asalnya yang memang spiritual sekaligus memiliki penampakan material yang dipancarkan dari nilai spiritual itu sendiri. Namun, perlu ditegaskan disini, bahwa Allah sebagai sesuatu Yang Mutlak, sesuatu yang Tunggal. Sehingga dengan demikian, maka ciptaan-Nya pasti tidak mutlak dan tidak tunggal. Sebagaimana Faruqi (1995, 10) menjelaskan, prinsip dualitas yang terkandung dalam makna Tauhid. Realitas terdiri dari Tuhan dan bukan Tuhan, Khaliq dan makhluk.

Pengembangan modal yang immaterial dari Bourdieu tidak sampai pada tataran tersebut. Bourdieu hanya mengembangkan modal selain modal ekonomi yang material, yaitu modal sosial, kultural dan simbolik yang dianggapnya sebagai modal immaterial. Dari konsepsi skema-skema yang menyusun habitus kita dapat melakukan metafora yang sama untuk merumuskan konsep kesatuan sistem sosial. Anggap saja masing-masing sistem sosial sebagai entitas yang dijadikan sebagai symbolic capital dan berdiri sendiri-sendiri, kemudian membentuk field sebagai satu kesatuan yang spontan. Dengan adanya kesatuan sistem-sistem sosial (skema-skema) yang telah terbentuk tersebut, maka habitus akan membentuk sebuah mekanisme sistem sosial baru dalam struktur field yang baru dan secara tidak sadar mengatur posisi-posisi sistem sosial baru secara sendiri, relasi antar dua sistem sosial maupun dalam kesatuan hubungan relasi dalam tatanannya yang terbentuk secara spontan. Diperlukan ekstensi konsep Bourdieu dengan konsep ketaksadaran alamiah dan kesadaran metafisik seperti dijelaskan di atas untuk memenuhi persyaratan sistem sosial yang memiliki dua ciri utama, meliputi bagian-bagian sistem sosial, prinsip/nilai/filosofi dan sumber nilai/spiritualitas.

Aji Dedi Mulawarman
Ketua Yayasan Rumah Peneleh.