| Wahyu Eko Setiawan (Sam Wes) | 
Lebih parah lagi, uang sudah menjadi senjata baru untuk penindasan dan penjajahan. Hidup manusia dieksploitasi habis-habisan hanya demi mendapatkan uang. Sumber daya alam dirusak hancur-hancuran hanya demi menimbun uang. Nilai-nilai kebenaran bisa dijungkir-balikkan dengan uang. Keadilan bisa dibeli dengan uang. Kehormatan bisa ditakar dengan sejumlah uang. Bahkan, hingga pada taraf: Keuangan Yang Maha Kuasa.
Pada ruang-ruang sosial, kita semakin banyak menyaksikan uang telah menjelma menjadi pahlawan. Seolah-olah, beban kemiskinan dan kelaparan bisa diselesaikan dengan uang, yang biasanya diberikan langsung oleh orang-orang dermawan, atau yang hanya berpura-pura menjadi dermawan demi kepentingannya. Hal ini, semakin membangun sebuah kondisi, bahwa uang mampu "membeli suara" dari orang-orang miskin untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan. Lalu, pada giliran selanjutnya, kekuasaan tersebut menjadi "legitimasi" untuk terus menerus menindas orang-orang yang miskin tersebut. Inilah yang menjadi penyebab langgengnya kekuasaan yang korup dan manipulatif.
Pada ruang-ruang politik, kita semakin banyak menyaksikan bahwa para birokrat dan politikus menjadikan uang sebagai senjata andalan mereka. Politik transaksional, jual beli suara, manipulasi anggaran, dan segala program "Atas Nama Rakyat" selalu berujung pada uang. Merebut dan melanggengkan kekuasaan, modal utamanya adalah uang. Suara rakyat sudah tidak lagi menjadi suara tuhan. Tapi sudah menjadi barang dagangan. Jabatan dan kedudukan apapun, seolah sudah lazim diperjual-belikan.
Pada ruang-ruang pendidikan, kita juga semakin banyak menyaksikan bahwa lembaga penyelenggara pendidikan sudah menjadi semacam korporasi. Mereka memasang tarif atas berbagai produk pendidikan yang disediakan. Hingga yang mampu membayar saja yang diperbolehkan untuk mendapatkan pendidikan. Bagi yang tidak mampu, selalu terpinggirkan.
Saat ini, bangsa Indonesia hampir tidak lagi menjadi sebuah "Entitas Kebangsaan" dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bangsa Indonesia sudah hampir seperti sebuah "komoditas" yang bisa diperjual-belikan dengan uang. Dan anehnya, justru segelintir orang yang mengaku sebagai "Warga Negara Indonesia" yang telah menjual dan mengeksploitasi bangsanya sendiri. Lihatlah, bagaimana bangsa Indonesia justru menindas bangsanya sendiri. Lihatlah, bagaimana kekayaan alam bangsa Indonesia, justru dirusak dan dijual oleh bangsa sendiri. Contoh paling nyata dan kekinian, bisa kita lihat dalam kasus kabut asap yang melanda saudara-saudara kita di Kalimantan dan Sumatra.
Para penindas, dari manapun mereka, pada awalnya selalu bertingkah seperti pahlawan. Mereka menawarkan dan memberikan uang sebagai sebuah pemberian yang seolah-olah membantu kesulitan kita. Kepedulian mereka, selalu disertai dengan uang sebagai sebuah solusi utama. Dengan uang yang mereka bawa, mereka datang menjadi pahlawan. Dan sudah saatnya, kita bisa lebih mawas diri berwaspada. Jangan lagi terlena dan terjebak dalam perangkap Keuangan Yang Maha Kuasa.
Kita bersama, perlu belajar dengan penuh khidmat dan bijaksana. Agar kita tidak mudah terjebak dalam perangkap-perangkap Keuangan Yang Maha Kuasa. Agar hidup kita tidak terbeli dengan uang. Agar kemanusiaan kita tidak bisa direndahkan oleh uang. Agar kita tidak mudah tertipu oleh pahlawan yang menggunakan uang sebagai senjata utama mereka. Untuk itu, mari kita berdialog sebagai sebuah bangsa yang terhormat.
Wahyu Eko Setiawan
Pegiat "Sinau Embongan" Kota Malang.


ConversionConversion EmoticonEmoticon